Archive for the ‘BPM FMIPA’ Category

Kekuatan dan Fungsi BPM

Posted: January 3, 2010 in BPM FMIPA

BPM MIPA mempunyai hak-hak legislatif, antara lain:

Aspiratif

Merupakan fungsi pertama seorang BPM, di mana ia berhak mengeluarkan aspirasi dan inovasi lainnya demi MIPA lebih baik.

Advokasi

Merupakan kewajiban mulia seorang BPM yang harus dituntaskan. Ke-advokasian ini melingkupi area seperti penyelenggaraan beasiswa, petisi untuk keringanan biaya bagi mahasiswa yang berprestasi namun kurang mampu dari segi ekonomis, dan sejenisnya.  Bersama KESMA dari BEM, hak advokasi ini digerakkan secara harmonis.

Pengawasan

Sesuai dengan landasan filosofisnya, bahwa tugas BPM adalah mengawasi kinerja BEM dan mempunyai hak untuk menegurnya jika kebijakan yang dikemukakan BEM tidak sesuai dengan AD/ART, alur GBHK dan juga Kongres. Jika hal itu terjadi, BPM mempunyai hak untuk memberi masukan atau teguaran agar kinerja BEM tetap berjalan sesuai dengan asas dan tujuan yang telah ditetapkan.

Legislasi

Merancang dan menyusun undang-undang.

Karakter kepempinan Rasul saw, wajib diadopsi oleh para legislator kita. Artinya, dengan kekuasaan yang ada, mereka bisa mempertahankan dan menyampaikan kebenaran, menunaikan mandat politik dari rakyat dengan penuh amanah dan tanpa penyelewengan, serta bisa menyelesaikan berbagai persoalan dengan cerdas dan bijaksana berdasarkan kepentingan rakyat. Ini karakter/watak pengabdi dan pelayan kepentingan masyarakat. Bukannya mengabdi untuk kepentingan partai politik, kelompok atau individu-individu.

Legislator yang berkarakter seperti itu yang dibutuhkan para mahasiswa untuk menyelesaikan berbagai masalah (akademik, non-akademik) yang terjadi. Para legislator BPM mau “mewaqafkan” dirinya untuk mengejar kepentingan fakultas dan meninggalkan sikap mengejar keuntungan atas nama ego jurusan atau pun fakultas itu sendiri.

disusun : Fauzan Rezki BOMS 7 (Kimia ’09)

Dalam kehidupan ketatanegaraan kita mengenal konsep pembagian kekuasaan menjadi 3 yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kampus, tempat dimana bersemainya beragam nilai dan pemikiran juga mengadopsi konsep tersebut dalam student government. Hanya saja wilayah yang terakhir yaitu wilayah yudikatif selama ini belum disentuh atau mungkin belum terpikirkan oleh para aktivis kampus sekarang. Dalam tulisan ini kita hanya akan membahas satu lahan yang selama ini “ terkesan “ tenggelam dengan aktivitas lembaga eksekutif kampus ( BEM ), yaitu Lembaga Legislatif Mahasiswa. Lembaga Legislatif Mahasiswa dengan Lembaga Eksekutif Mahasiswa selama ini terkesan berkompetisi untuk menjadi yang lebih ‘berkuasa’ terhadap sebuah isu, sehingga peran – peran lembaga legislatif cenderung tidak optimal dan kabur. Mengapa kemudian masalah ini kemudian kita coba bahas? Karena memang selama ini peran dari lembaga legislatif mahasiswa baik ditataran nasional maupun regional belum atau tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

Sebagai lembaga legislatif, mahasiswa mempunyai 3 peran strategis yang dapat dimainkan yaitu, peran legislasi, kontrol dan anggaran. Agar dapat melakukan ketiga peran tersebut dengan baik tidaklah mudah, aktivis mahasiswa haruslah mempunyai sistem yang kuat serta mesin organisasi yang solid. Selain itu aktivis lembaga legislative mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memahami dan menganalisis setiap peran yang ia mainkan serta yang tak kalah penting adalah konsistensi dari sebuah agenda yang kemudian di terjemahkan dalam aksi – aksi di lapangan. Karena selama ini, kita para aktivis mahasiswa ternyata lebih banyak mengusung agenda tetapi hal itu tidak dibarengi dengan aksi yang mendorong /menopang goal setting agenda tersebut. Bahasa kasarnya adalah kita banyak mengagendakan isu – isu, habis itu kita tinggal pergi dan tenggelam dengan agenda yang baru.

Dari ketiga peran diatas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan aktivis lembaga legislative mahasiswa agar peran lembaga legislative lebih tepat pada sasaran dan dapat menghasilkan output yang mengakomodasi kepentingan mahasiswa. Pertama, agar peran legislasi dapat berjalan dengan baik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh aktivis lembaga legislative mahasiswa. Yaitu : identifikasi masalah atau isu, analisis opsi kebijakan, penentuan opsi kebijakan dan rencana implementasinya di lapangan. Sedangkan untuk mendukung peran kontrol atau pengawasan, parameter yang digunakan adalah : data kinerja pengawasan teknis, standar kinerja, konfirmasi dan verifikasi dan tindakan politis. Peran ketiga yaitu anggaran dapat dilakukan dengan cara lembaga legislative menjadi pihak sentral dalam pengalokasian dana kegiatan kemahasiswaan, baik untuk UKM maupun Eksekutif.

Perjalanan peran lembaga legislative secara umum memang sedang berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Ditataran tingkat nasional kita masih dihadapkan pada permasalahan belum menemukan format gerakan bersama, yang diakibatkan oleh kuatnya kepentingan di masing – masing elite kampus dan belum mempunyai satu frame pemahaman. Sedangkan di tataran internal kampus kita sering dihadapkan pada permasalahan sumber daya manusia dalam mengusung isu – isu internal kampus. Karena opini yang terbangun selama ini adalah teman – teman eksekutif lebih ‘ terkenal ‘ dibandingkan dengan legislative dengan kerja – kerja teknis mereka di lapangan. Hal ini menambah posisi tawar lembaga legislative berkurang baik di mata mahasiswa maupun birokrasi.

Kema Fmipa terdiri dari Kongres Kema Fmipa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kehidupan kemahasiswaan di Fmipa , Universitas Padjadjaran. Kemudian Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM Kema Fmipa Unpad) sebagai lembaga legislatifnya, dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM Kema Fmipa Unpad) yang berperan sebagai eksekutor atau menjalankan fungsi sebagai lembaga eksekutif. Selain itu, Kema Unpad juga mencakup lembaga-lembaga yang sifatnya keminatan, lembaga tingkat fakultas, dan tingkat jurusan, lembaga-lembaga tersebut adalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), BEM Fakultas, BPM Fakultas, dan Himpunan Mahasiswa Jurusan yang terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH) dan Badan Perwakilan Angkatannya (BPA). Namun kondisinya, di lapangan sistem seperti ini tidak begitu saja diterima oleh semua pihak. Baik dari pihak birokrat kampus, maupun dari pihak mahasiswa itu sendiri. Dari pihak mahasiswa sendiri sistem seperti ini menimbulkan pro dan kontra yang cukup berkepanjangan. Hal ini dikarenakan sistem Kema di Unpad ini masih memiliki berbagai kekurangan atau kendala. Kendala utamanya adalah tidak adanya hubungan yang jelas antara lembaga yang satu dengan lembaga lainya, misalnya antara BEM Universitas dengan BEM Fakultas. Hal ini dapat terlihat dari penamaan ketua lembaga. Ketidakjelasan ini menimbulkan perbedaan persepsi dari masing-masing lembaga dan individu. Pada akhirnya, setiap lembaga maupun individu memiliki penafsirannya masing-masing mengenai pola hubungan antar lembaga di Kema Unpad ini. Hal inilah yang menimbulkan pro dan kontra tentang keberadaan Kema Unpad sekarang ini.